
"Kakak lagi di hotel Lading. Kalau sudah datang sms kakak ya?" Aku mengirimkan satu pesan untuknya. Dari jauh kumandang ayat suci terdengar bergaung dari menara-menara mesjid. Takut bila ia lupa akan janjinya. Ada rasa penasaran yang membuncah di dadaku. Penasaran akan isi buku yang katanya merupakan kumpulan cerita dari pengarang muda Aceh.
"Aku sudah di depan ini kak". Kubaca sebuah pesan masuk dari sebuah nomor. Amek ! Nama yang diberikan oleh seorang teman bila aku ingin mendapatkan buku (yang menurutku istimewa) itu. Pesan darinya mengajakku untuk melangkah lebih cepat menuju gerbang hotel. Tampak seorang anak muda, sangat muda menurutku. Dengan gaya polos dan cueknya. Tidak ada yang istimewa, semuanya biasa saja.
"Amek ???" Aku menjulurkan tangan memberi salam perkenalan padanya. Ia menyambut salamku dengan takzim, mencium tangan ! Oh Tuhan ! Ada rasa malu di dalam hati. Aku tidak pantas mendapat salam takzim seperti itu. Aku bukan ibunya. Bagiku, salam takzim itu hanyak pantas untuk orangtua saja.
"Lho kenapa harus dicium ?"
"Amek masih sangat muda kak".
Ah, anak muda ! Bila saja semua muridku punya etika sepertimu. Pasti tidak habis suaraku untuk membuang-buang nasehat untuk mereka agar berlaku santun pada yang lebih dituakan. Apa mungkin rupaku yang tampak tua dimata Amek ? Jangan-jangan...Ah sudahlah ! Memang umurku lebih tua dibandingkan Amek. Dari rupanya dia memang tampak sebaya dengan adikku dan dia pantas memanggilku kakak.
"Ini uangnya". Kuserahkan selembar Rp.50.000. Sesuai dengan harga buku yang dibawanya. Iya ! Aku membeli buku darinya. Sebuah buku antologi cerpen, "Gudang Sampah".
"Wah nggak ada kembaliannya kak ! Amek tukar dulu ya kak ?" Ia berlalu dari hadapanku dengan sepeda motornya untuk mencari uang kembalian untukku.
Duh Amek ?! Sebenarnya ada rasa iba dalam hatiku membiarkannya pergi demi mencari pecahan untuk kembalianku. Bila saja stok uangku masih ada, pasti ku ikhlaskan saja uang itu untuknya. Tetapi aku belum gajian. Undangan untuk ikut pelatihan kurikulum 2013 memaksaku untuk pergi ke Banda Aceh dengan isi dompet yang menipis. Sambil menunggu Amek kembali. Aku membuka lembar-lembar halaman buku. Gerak tanganku terhenti ketika melihat sebuah cerpen berjudul "Perihal Cantik". Ada nama penulis di bawahnya. Nama yang tidak asing bagiku dari kemarin malam. Amek Barly ! Tulisanmu Amek ?! Di jadikan cerpen pembuka . Kubaca sekilas isinya. Aku tidak percaya ! Aku tidak percaya bila ini adalah tulisan Amek . Kamu dewasa Amek . Sangat dewasa dalam tulisanmu . Tidak heran bila sikapmu juga menunjukkan kedewasaan. Aku iri ! Iri padamu. Iri dengan kesederhanaanmu yang telah melahirkan tulisan bagus. Walau itu hanya dari sudut pandangku saja. Aku tidak peduli dengan pendapat orang lain. Bagiku kamu hebat ! Dan aku belum habis membaca cerpenmu. Baru dua lembar, ketika kamu pergi sebentar meninggalkanku mencari uang pecahan.
"Ini kak kembaliannya". Ia serahkan pecahan Rp. 15.000 ketanganku dan aku hanya bisa berkata "Terimakasih". Aku belum membaca semua cerpen di buku itu. Jadwal pelatihanku yang padat membuatku tak ada waktu. Tapi aku yakin, masih ada Amek lain yang menulis cerpen bagus. Lebih bagus dariku dan aku iri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar